Baru-baru ini, internet dihebohkan dengan tren baru yang memperlihatkan bagaimana kecerdasan buatan, khususnya ChatGPT dengan kemampuan multimodalnya di GPT-4o, mampu mengubah foto biasa menjadi gambar dengan estetika khas Studio Ghibli. Studio animasi asal Jepang ini dikenal akan gaya visualnya yang indah, karakter penuh emosi, serta cerita-cerita magis yang menyentuh hati.
Kini, cukup dengan mengunggah foto dan mengetikkan prompt seperti "ubah foto ini menjadi versi Studio Ghibli", pengguna dapat melihat dirinya atau pemandangan sekitarnya diubah menjadi ilustrasi layaknya potongan adegan film animasi seperti Spirited Away, My Neighbor Totoro, atau Howl's Moving Castle.
Teknologi di Balik Gambar Ghibli Versi AI

Kemampuan ini tak lepas dari perkembangan pesat model multimodal AI seperti GPT-4o yang menggabungkan pemrosesan teks dan gambar. Model ini mampu memahami konteks visual dari foto dan kemudian menerjemahkannya ke dalam gaya visual tertentu menggunakan teknik transformasi citra berbasis pembelajaran mesin. Model ini mengandalkan teknologi yang serupa dengan image-to-image diffusion dan style transfer.
ChatGPT versi terbaru memiliki integrasi dengan teknologi image generation seperti DALL·E 3, yang mampu menyesuaikan hasil gambar berdasarkan permintaan spesifik pengguna. Ketika seseorang memasukkan prompt yang menyebut "Ghibli style", sistem AI merujuk pada kumpulan data visual yang telah dikenalnya dengan estetika yang menyerupai karya Studio Ghibli, meskipun tidak secara eksplisit dilatih dengan karya resmi Ghibli.
Viral di Media Sosial dan Lonjakan Pengguna

Dalam beberapa hari saja, tren ini menyebar ke seluruh dunia. Ribuan pengguna media sosial seperti Instagram, TikTok, dan X (Twitter) membagikan hasil editan mereka, menunjukkan foto pribadi yang diubah menjadi karakter-karakter bergaya Ghibli. Di balik keindahan visual tersebut, tren ini turut memicu peningkatan drastis penggunaan ChatGPT.
Menurut laporan dari Business Insider, tren ini menyebabkan satu juta pengguna baru mendaftar ke ChatGPT hanya dalam waktu satu jam. Hal ini berdampak pada peningkatan beban server OpenAI yang berujung pada gangguan sistem dan keterbatasan akses.
Kritik dari Seniman dan Komunitas Kreatif

Meski tampak menyenangkan dan menghibur, tren ini juga menuai banyak kritik. Komunitas seni digital dan ilustrator mengungkapkan kekhawatiran atas kemudahan AI dalam mereplikasi gaya artistik yang sangat khas tanpa memberikan penghargaan atau kompensasi kepada seniman asli.
Zelda Williams, putri dari aktor legendaris Robin Williams, secara terang-terangan menyatakan ketidaksukaannya terhadap tren ini. Ia menyebut bahwa Hayao Miyazaki, pendiri Studio Ghibli, adalah salah satu tokoh yang sangat menentang penggunaan AI dalam seni. Dalam sebuah dokumenter terkenal, Miyazaki bahkan menyebut seni yang dihasilkan oleh AI sebagai "penghinaan terhadap kehidupan itu sendiri."
Apakah Ini Pelanggaran Hak Cipta?
Meskipun tidak ada bukti bahwa model AI tersebut secara langsung menggunakan gambar dari Studio Ghibli sebagai bahan pelatihan, muncul kekhawatiran tentang pelanggaran hak kekayaan intelektual. Gaya visual Ghibli sangat ikonik dan mudah dikenali, yang membuat pertanyaan etis muncul: apakah meniru gaya tersebut menggunakan AI tanpa izin termasuk pelanggaran?
Beberapa ahli hukum hak cipta menyatakan bahwa selama AI tidak mengakses secara langsung materi berhak cipta dalam pelatihannya, maka secara teknis tidak ada pelanggaran. Namun, pertanyaan moral dan etika tetap menggantung.
Komitmen Ghibli pada Animasi Tradisional
Studio Ghibli adalah lambang dari kerja keras dan dedikasi seni tradisional. Salah satu contoh paling menakjubkan adalah adegan berdurasi 30 detik dalam film The Wind Rises yang memakan waktu hingga 15 bulan untuk diselesaikan secara manual oleh para animator.
Pendekatan ini sangat kontras dengan hasil instan dari AI, yang bisa menghasilkan visual serupa dalam hitungan detik. Ini memperkuat posisi Ghibli dan banyak studio tradisional lainnya bahwa seni adalah hasil dari proses panjang yang tidak bisa digantikan begitu saja oleh mesin.
Dampak Terhadap Industri Kreatif dan Edukasi Seni
Masuknya AI dalam dunia seni visual memicu pertanyaan baru tentang masa depan industri kreatif. Apakah generasi muda akan tetap tertarik untuk belajar menggambar dan melukis ketika mereka tahu bahwa AI bisa menghasilkan karya sekelas Ghibli dalam beberapa klik saja?
Di sisi lain, ada juga yang melihat potensi besar dari teknologi ini untuk mendemokratisasi seni. Orang-orang yang tidak memiliki latar belakang seni bisa merasakan pengalaman menciptakan karya visual yang indah. Beberapa pengajar seni bahkan mulai mengintegrasikan AI sebagai alat bantu belajar perspektif, komposisi, dan warna.
Peran Etika dan Regulasi di Masa Depan
Munculnya tren seperti ini menegaskan pentingnya pembentukan regulasi yang jelas dalam penggunaan AI dalam seni. Tanpa kerangka hukum yang tepat, akan sulit menyeimbangkan antara inovasi teknologi dan perlindungan terhadap kerja keras para seniman.
Lembaga-lembaga seperti WIPO (World Intellectual Property Organization) telah mulai mengkaji ulang definisi "kreator" di era AI. Sementara itu, beberapa negara seperti Jepang dan Korea Selatan telah mengembangkan panduan etika sementara untuk pengembangan dan penggunaan AI dalam bidang kreatif.
Kesimpulan
Kemampuan ChatGPT untuk menghasilkan gambar bergaya Studio Ghibli menunjukkan betapa pesatnya perkembangan teknologi AI, khususnya dalam ranah visual. Namun, inovasi ini juga menggarisbawahi tantangan besar yang sedang dihadapi oleh industri seni: menjaga nilai orisinalitas dan kerja keras manusia di tengah banjir kreativitas instan dari mesin.
Sementara pengguna biasa mungkin sekadar ingin bersenang-senang, dunia seni dan kreator profesional memiliki kekhawatiran yang valid. Oleh karena itu, diperlukan dialog terbuka dan regulasi yang bijak agar kecanggihan teknologi tidak menjadi ancaman, tetapi justru menjadi alat pendukung kreativitas manusia
Comments (0)
Belum ada komentar untuk berita ini.